Implementasi SMK3 Dalam Membangun Budaya K3 Perusahaan

SURABAYA (5/3/2024) – Pada tanggal 5 Maret 2024 bertempat di Hotel Luminor Sidoarjo telah dilaksanakan kegiatan Temu Pelanggan  Unit Pelayanan Teknis Keselamatan Kerja (UPTK2) dengan tema ‘Budayakan K3, Sehat Selamat Dalam Bekerja, Terjaga Keberlangsungan Usaha Melalui Penerapan Sistem Manajemen K3 Yang Masif’.

Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut hadir mewakili Dewan K3 Provinsi Jawa Timur, Rachmad Iswahjudi, Anggota Komisi III Bidang Kerjasama K3 Dan Humas yang memberikan sharing dan learning tentang penerapan Sistem manajemen K3 yang menjadi akar dari implementasi K3 untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat serta melindungi pekerja dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. SMK3 berisi pedoman pelaksanaan sistem manajemen K3 sesuai yang dipersyaratkan oleh PP Nomor 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3.

Sistem manajemen K3 yang tidak efektif secara tidak langsung menunjukkan buruknya budaya K3 suatu perusahaan. Meskipun penerapan sistem manajemen K3 terlihat tidak ada masalah, implementasinya tetap akan sia-sia jika tidak didukung oleh budaya K3 itu sendiri. Cara pandang atau latar belakang perusahaan dalam menerapkan SMK3 juga akan memengaruhi tingkat kedewasaan pelaksanaan K3 di perusahaan.

Sehingga setiap perusahaan sebaiknya menginterasikan didalam rencana dan program kerja K3 dengan ‘Strategic Safety Culture’  dan setiap periode dilakukan pengukuran dengan menggunakan model budaya K3 untuk mengukur tingkat kedewasaan penerapan SMK3 di perusahaan.

Metode pengukuran budaya K3 perusahaan dapat menggunakan beberapa metode seperti milik Dupont ‘Bradlley Curve” maupun Safety maturity model dengan UK Coal Journey Model menjelaskan tingkat kedewasaan penerapan K3 dibagi menjadi lima tahapan, yakni ‘Vulnerable, Reactive, Compliant, Proactive, dan Resilient’.

Pada akhirnya untuk mencapai  tahap 5  ‘Resilient’ pimpinan perusahaan memiliki peran utama dengan memasukkan target Kinerja para team leader sebagai agen perubahan budaya K3 tentang kunci  safety maturity model yang kemudiaan digunakan untuk mengukur tingkat kedewasaan penerapan SMK3 suatu perusahaan.

Beberapa kriteria Budaya K3 tingkat ‘Risilient’ sebagai berikut :

  • Semua pekerja dapat menjalankan sistem tanpa adanya turbulensi atau pelanggaran karena mereka menganggap bahwa sistem merupakan bagian dari keseharian dan K3 adalah kebutuhan, bukan kewajiban
  • Fokus program K3 sudah memiliki tujuan budaya K3 yang jelas serta menjaga perilaku aman di tempat kerja
  • Pemimpin memiliki safety leadership yang kuat
  •  Pekerja memiliki kompetensi K3 yang mumpuni
  • Program pelatihan rutin untuk pekerja
  • Keselamatan kerja selalu menjadi topik utama dalam agenda pertemuan
  • Identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendaliannya terintegrasi ke dalam semua sistem
  • Eliminasi bahaya sebelum kecelakaan terjadi
  • Sistem manajemen K3 terpadu
  • Evaluasi/ audit eksternal untuk perbaikan sistem dan mengukur efektivitas sistem yang telah berjalan
  • Perusahaan memandang penerapan K3 sebagai investasi, bukan biaya

Budaya Keselamatan dimulai dengan kepemimpinan; kepemimpinan mendorong budaya, yang pada gilirannya mendorong perilaku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *